Minggu, 13 Desember 2015

Mengapa Bukan Ayah Saja yang Meninggal?

Mengapa Bukan Ayah Saja yang Meninggal?



Ia seorang anak yang masih duduk di bangku kelas 3 SD. Pada suatu hari ustadz di kelasnya memotivasi para siswa untuk menjaga shalat jamaah subuh. Bagi si anak, Subuh merupakan sesuatu yg sulit bagi sang anak,Namun sang anak telah bertekad untuk menjalankan shalat shubuh di masjid.

Lalu dengan cara bagaimana anak ini memulainya? Dibangunkan ayah? ibu? dengan alarm?… Bukan!
Sang anak nekat tak tidur semalaman lantaran takut bangun kesiangan. Semalaman anak begadang, hingga tatkala adzan berkumadang, ia pun ingin segera keluar menuju masjid.

Tapi…
Tatkala ia membuka pintu rumahnya suasana sangat gelap, pekat, sunyi, senyap…
Membuat nyalinya menjadi ciut. Tahukah Anda, apa yg ia lakukan kemudian?
Tatkala itu, sang bocah mendengar langkah kaki kecil dan pelan, dengan diiringi suara tongkat memukul tanah…
Ya… Ada kakek-kakek berjalan dengan tongkatnya. Sang anak yakin, kakek itu sedang berjalan menuju masjid, maka ia mengikuti di belakangnya, tanpa sepengetahuan sang kakek. Begitupula cara ia pulang dari masjid.

Anak itu menjadikan perbuatannya itu sebagai kebiasaan begadang malam, shalat shubuh mengikuti kakek-kakek. Dan ia tidur setelah shubuh hingga menjelang sekolah. Tak ada org tuanya yg tahu, selain hanya melihat sang anak lebih banyak tidur di siang hari dari pada bermain... Semuanya dilakukan sang bocah agar ia bisa begadang malam.

Hingga suatu ketikai…
Terdengar kabar olehnya, kakek2 itu meninggal. Sontak, si bocah menangis sesenggukan….
Sang ayah heran…”
Mengapa kamu menangis, nak? Ia bukan kakekmu…bukan siapa-siapa kamu!”
Saat si ayah mengorek sebabnya, sang bocah justru berkata,
“kenapa bukan ayah saja yang meninggal?”
“A’udzu billah…, kenapa kamu berbicara seperti itu?” kata sang ayah heran.
Si bocah berkata,
“Mendingan ayah saja yang meninggal, karena ayah tidak pernah membangunkan aku shalat Suubuh, dan mengajakkku ke masjid. ..
Sementara kakek itu….
setiap pagi saya bisa berjalan di belakangnya untuk shalat jamaah Subuh.”

ALLAHU AKBAR!
Menjadi kelu lidah sang ayah, hingga tak kuat menahan tangisnya. Kata-kata anak tersebut mampu merubah sikap dan pandangan sang ayah, hingga membuat sang ayah sadar sebagai pendidik dari anaknya, dan lebih dari itu sebagai hamba dari Pencipta-Nya yang semestinya taat menjalankan perintah-Nya. Akhirnya sang ayah rajin shalat berjamaah karena dakwah dari anaknya…


Sumber: www.kisahislam.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar