TUNA GRAHITA
A. Latar Belakang
Pemahaman masyarakat umum mengenai
anak berkebutuhan khusus masih sangat minim, kebanyakan mereka menganggap bahwa
anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang tidak memiliki kemampuan
apapun.Salah satu dari mereka adalah anak tumagarahita.Anak tunagrahita adalah
kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata – rata yang ditandai oleh
keterbatasan intelejensi dan ketidak cakapan dalam interaksi social.Anak tuna
grahita atau dikenal juga dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan
kecerdasannya sukar untuk mengkuti program pendidikan disekolah biasa secara
klasikal.
Namun walaupun begitu anak
tunagrahita juga memiliki hak yang sama dengan anak normal lainnya. Salah satu
hak itu adalah mendapatkan pendidikan.Karena selain memiliki hambatan
intelektual, mereka juga masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan sesuai
dengan kapasitas yang dimiliki oleh mereka dan sesuai dengan kebutuhan
mereka.Hal tersebut diatur dalam UUD’45 pasal 31 ayat 1, yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap
warga Negara berhak mendapatkan pendidikan”. Hal tersebut lebih diperjelas lagi
dalam UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 5 ayat
2, dan pasal 33 ayat 1, menyatakan bahwa warga Negara yang memiliki kelainan
fisik, emosional, mental, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
Oleh karena itu sangat diperlukan pendidikan khusus bagi anak tunagrahita.
B. Hakikat Anak Tunagrahita
a. Definisi
Anak Tunagrhita
Tunagrahita adalah anak yang
mengalami hambatan dan keterbelakangan mental, jauh di bawah rata-
rata.Gejalanya tak hanya sulit berkomunikasi, tetapi juga sulit mengerjakan
tugas-tugas akademik.Ini karena perkembangan otak dan fungsi sarafnya tidak
sempurna.Anak-anak seperti ini lahir dari ibu kalangan menengah ke bawah.Ketika
dikandung, asupan gizi dan zat antibodi ke ibunya tidak mencukupi.
Menurut Efendi anak tunagrahita
adalah “anak yang mengalami taraf kecerdasan yang rendah sehingga untuk meniti
tugas perkembangan ia sangat membutuhkan layanan pendidikan dan bimbingan
secara khusus”.
Definisi lain yang diterima secara
luas dan menjadi rujukan utama ialah definisi yang dirumuskan oleh Grossman
yang secara resmi digunakan AAMD (American Association of Mental Deficiency)
yaitu ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara nyata
(signifikan) berada di bawah rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan
dalam tingkah laku penyesuaian diri dan semua ini berlangsung pada masa
perkembangan.
Menurut Hj.T.Sutjihati Somantri, anak tunagrahita atau terbelakang
mental merupakan kondisi dimana perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan,
sehingga tidak mencapai perkembangan yang optimal. Sedangkan menurut Bratanata,
seseorang dikategorikan berkelainan mental subnormal atau tunagrahita, jika
anak tuna grahita memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di
bawah normal), sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan
atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya.
b. Karakteristik Anak Tunagrahita
Depdiknas (2003) mengemukakan bahwa karakteristik anak tunagrahita
yaitu penampilan fisik tidak seimbang, tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai
dengan usianya, perkembangan bicara/bahasanya terhambat, kurang perhatian pada
lingkungan, koordinasi gerakannya kurang dan sering mengeluarkan ludah tanpa
sadar. Selain itu ada beberapa pendapat dari orang ahli dari seluruh dunia,
yaitu:
1. James D Page
yang dikutip oleh Suhaeri H.N (Amin: 1995) menguraikan karakteristik anak
tunagrahita sebagai berikut:
a. Kecerdasan. Kapasitas belajarnya sangat terbatas
terutama untuk hal-hal yang abstrak. Mereka lebih banyak belajar dengan cara
membeo (rote-learning) bukan dengan pengertian.
b) Sosial. Dalam pergaulan mereka tidak dapat
mengurus, memelihara, dan memimpin diri. Ketika masih kanak-kanak mereka harus
dibantu terus menerus, disingkirkan dari bahaya, dan diawasi waktu bermain
dengan anak lain.
c) Fungsi-fungsi mental lain. Mengalami kesukaran
dalam memusatkan perhatian, pelupa dan sukar mengungkapkan kembali suatu
ingatan.Mereka menghindari berpikir, kurang mampu membuat asosiasi dan sukar
membuat kreasi baru.
d) Dorongan dan emosi. Perkembangan dan dorongan
emosi anak tunagrahita berbeda-beda sesuai dengan tingkat ketunagrahitaan
masing-masing.Kehidupan emosinya lemah, mereka jarang menghayati perasaan
bangga, tanggung jawab dan hak sosial.
e) Organisme. Struktur dan fungsi organisme pada anak
tunagrahita umumnya kurang dari anak normal.Dapat berjalan dan berbicara diusia
yang lebih tua dari anak normal.Sikap dan gerakannya kurang indah, bahkan di
antaranya banyak yang mengalami cacat bicara.
2. Menurut The
American Association on Mental Deficiency (AAMD, 1983):
Bahwa seseorang
anak dikategorikan tunagrahita apabila memiliki karakteristik-karakteristik
sebagai berikut: (1) fungsi intelektual umum (kecerdasannya) di bawah rata-rata
secara sigifican (jelas, nyata), ditafsirkan mempunyai tingkat kecerdasan (IQ)
70 atau di bawahnya, (2) mengalami hambatan dalam daptasi tingkah laku sesuai
tuntutan budaya dimana ia tiinggal, dan (3) terjadinya selama periode
perkembangan mental, yaitu sampai usia kronologis 18 tahun. Dengan demikian,
jika anak itu tidak memiliki ketiga karakteristik tersebut atau hanya kurang
sedikit dari anak lain yang normal, maka tidak termasuk tunagrahita.
3. Menurut AAMR
(1992):
Tunagrahita merujuk kepada fungsi intelektual umum yang berada di
bawah rata-rata secara signifikan (merujuk kepada hasil tes inteligensi
individu, berarti skor IQ dua standard deviasi atau lebih di bawah rata-rata)
yang berkaitan dengan hambatan dalam perilaku adaptif (merujuk kepada: derajat
dimana terpenuhi standard individu dari independensi personal dan
respansibilitas sosial yang diharapkan dari umur dan kelompok budaya, atau
merujuk kepada 10 keterampilan adaptif, yaitu: komunikasi, merawat diri,
kehidupan keseharian, keterampilan sosial, penggunaan komunitas, pengarahan
diri, kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, waktu luang, dan karya) yang
terjadi selama periode perkembangan (dari lahir sampai usia 18 atau 22 tahun).
c. Klasifikasi Anak Tunagrahita
Ada beberapa
klasifikasi anak Tunagrahita yang di ukur melalui IQ:
1) Tunagrahita Ringan (IQ 51-70)
Anak yang tergolong dalam tunagrahita ringan memiliki
banyak kelebihan dan kemampuan.Mereka mampu dididik dan dilatih.Misalnya,
membaca, menulis, berhitung, menjahit, memasak, bahkan berjualan.Tunagrahita
ringan lebih mudah diajak berkomunikasi.Selain itu kondisi fisik mereka tidak
begitu mencolok.Mereka mampu berlindung dari bahaya apapun.Karena itu anak
tunagrahita ringan tidak memerlukan pengawasan ekstra.
2) Tunagrahita Sedang (IQ 36-51)
Tidak jauh berbeda dengan anak tunagrahita
ringan.Anak tunagrahita sedang pun mampu diajak berkomunikasi.Namun,
kelemahannya mereka tidak begitu mahir dalam menulis, membaca, dan berhitung.
Tetapi, ketika ditanya siapa nama dan alamat rumahnya akan dengan jelas
dijawab. Mereka dapat bekerja di lapangan namun dengan sedikit
pengawasan.Begitu pula dengan perlindungan diri dari bahaya.Sedikit perhatian
dan pengawasan dibutuhkan untuk perkembangan mental dan sosial anak tunagrahita
sedang.
3) Tunagrahita Berat (IQ dibawah 20)
Anak tunagrahita berat disebut juga idiot.karena
dalam kegiatan sehari-hari mereka membutuhkan pengawasan, perhatian, bahkan
pelayanan yang maksimal. Mereka tidak dapat mengurus dirinya sendiri apalagi
berlindung dair bahaya. Asumsi anak tunagrahita sama dengan anak Idiot tepat
digunakan jika anak tunagrahita yang dimaksud tergolong dalam tungrahita berat.
C. Pendidikan Bagi Anak Tunagrahita
Anak tunagrahita
sangat memerlukan pendidikan serta layanan khusus yang berbeda dengan anak-anak
pada umumnya. Ada beberapa pendidikan dan layanan khusus yang disediakan untuk
anak tunagrahita, yaitu:
1) Kelas Transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan
layanan khusus termasuk anak tunagrahita. Kelas transisi sedapat mungkin berada
disekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan
anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran
dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.
2) Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan
C1/SLB-C,C1)
Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini
diberikan pada Sekolah Luar Biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan
pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama
keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari penuh di
kelas khusus.Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan
anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1.
3) Pendidikan terpadu
Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di
sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler di
kelas yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk matapelajaran tertentu,
jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat
bimbingan/remedial dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat, pada
ruang khusus atau ruang sumber. Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu
adalah anak yang tergolong tunagrahita ringan, yang termasuk kedalam kategori borderline
yang biasanya mempunyai kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning
Difficulties) atau disebut dengan lamban belajar (Slow Learner).
4) Program sekolah di rumah
Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang
tidak mampu mengkuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya,
misalnya: sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB
(GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orangtua,
sekolah, dan masyarakat.
5) Pendidikan inklusif
Sejalan dengan perkembangan layaan pendidikan untuk
anak berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu model Pendidikan
Inklusif. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan labelisasi
anak dengan prinsip “Education for All”.Layanan pendidikan inklusif
diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama
dengan anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas
inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua) orang guru, satu guru reguler dan satu
lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa
tunagrahita jika anak tersenut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak
diberlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini
pelayanan pendidikan inklusif masih dalam tahap rintisan
6) Panti (Griya) Rehabilitasi
Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada
tingkat berat, yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada
umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran, atau
motorik.Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam
panti ini terbatas dalam hal :
a. Pengenalan diri
b. Sensorimotor dan persepsi
c. Motorik kasar dan ambulasi (pindah dari satu
temapt ke tempat lain)
d. Kemampuan berbahasa dan dan komunikasi
e. Bina diri dan kemampuan sosial
D. Pendidikan Anak Tunagrahita di indonesia
Di Indonesia perkembangan pendidikan luar biasa atau
pendidikan khusus dimulai sebelum masa kemerdekaan yaitu dengan berdirinya,
untuk pertama kali, Lembaga Penyandang Cacat Tunanetra di Bandung pada tahun
1901. Pada 1927 dibuka sekolah bagi anak tunagrahita di kota yang sama dan pada
saat yang hampir bersamaan didirikan sekolah khusus bagi anak tunarungu pada
1930 di Bandung juga.
Tujuh tahun setelah proklamasi kemerdekaan,
pemerintah RI mengundang-undangkan yang pertama mengenai pendidikan khusus.
Mengenai anak- anak yang mempunyai kelainan fisik atau mental , undang – undang
itu menyebutkan pendidikan dan pengajaran luar biasa diberikan dengan khusus
untuk mereka yang membutuhkan ( pasal 6 ayat 2 ) dan untuk itu anak –anak
tersebut ( pasal 8) yang mengatakan semua anak – anak yang sudah berumur 6
tahun dan 8 tahun berhak dan diwajibkan belajar disekolah sedikitnya 6 tahun
dengan ini berlakunya undang – undang tersebut maka sekolah – sekolah baru yang
khusus bagi anak – anak penyandang cacat.
Kemudian pada
tahun 2003 pemerintah mengeluarkan undang- undang no 20 tentang system
pendidikan nasional ( UUSPN ). Dalam undang – undang tersebut dikemukakan hal-
hal yang erat hubungan dengan pendidikan bagi anak-anak dengan kebutuhan
pendidikan khusus, beberapa diantaranya sebagai berikut :
· Bab IV ( pasal
5 ayat 1 ) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu baik yang memiliki kelainan fisik,emosionl,mental,intelektual
atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
· Bab V bagian
11 Pendidikan khusus (pasal 32 ayat 1 ) Pendidikan khusus bagi peserta yang
memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan
fisik,emosional,mental,sosial atau memiliki potensi kecerdasan.
Dan untuk anak
tunagrahita, di indonesia telah ada berbagai layanan pendidikan yang disediakan
agar anak tunagrahita bisa mendapatkan pendidikan seperti halnya anak pada
umumnya. Ada berbagai macam layanan pendidikan bagi anak tunagrahita saat ini,
contohnya SLB C, sekolah inklusif dan masih banyak lagi. Di Indonesia
pendidikan yang inklusif atau menuju inklusif pun terus digencarkan, setidaknya
mulai 2001 pendidikan inklusi telah menjadi program Direktorat Pendidikan Luar
Biasa yang bertugas untuk mengatur pelaksanaan pendidikan luar biasa tidak
hanya di SLB namun juga di sekolah-sekolah reguler, termasuk salah satunya
adalah membekali para guru di semua sekolah reguler dengan pengetahuan dan
keterampilan layanan bagi anak berkebutuhan khusus. Beberapa sekolah pun baik
itu SD, SMP, dan SMA reguler telah ditunjuk menjadi sekolah penyelenggara
pendidikan inklusif.Walaupun memang dalam pelaksanaannya masih terdapat
hambatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar